Menjelang PEMILU Presiden dan Wakil Presiden 2014 santer rumor soal modus kecurangan yang
bisa terjadi. Kepedulian kita sebagai warga Indonesia
berperan penting untuk mengatasi potensi kecurangan itu. Kepedulian bukan cuma
soal memilih di TPS tapi waspada dengan nasib suara pilihan sendiri. Kamu tak
rela kan, jika sumbangan suara kamu malah diambil pihak yang tak kamu pilih?
Berikut ini sejumlah rangkuman modus-modus kecurangan yang
umumnya terjadi saat Pemilu:
1. Tukarkan Bagian Kecil Kertas Suara Dengan Uang
Biasanya, 'serangan fajar’ adalah salah satu modus ‘penitip’
suara. Tapi sulit untuk menjamin masyarakat saat ini bisa memilih sesuai
instruksi. Singkatnya, masyarakat bertindak cerdas menghadapi modus tersebut.
Trik terbaru yang ada saat ini adalah warga harus mengambil sedikit bagian kecil dari hasil lubang yang dicoblos untuk nantinya ditukarkan dengan uang. Dan kali ini, uangnya bukan jumlah yang kecil, jadi insentif untuk melakukan kecurangan ini lebih besar. Caranya? Coba simak contoh kertas suara PEMILU 2014 kali ini. Kedua calon memakai pakaian yang sudah menjadi ciri khas dari masing-masing calon. Calon presiden no urut 1, dengan kemeja putih berlambang Garuda merah. Dan Calon presiden no urut 2, dengan kemeja khas kotak-kotak nya.
Pemilih di instruksikan (jika ingin dapat uang) untuk mencoblos di area kertas yang ada ciri khas masing-masing calon. Supaya bagian kertas yang bolong tersebut, bisa diambil bagian kecil dari kertas untuk dijadikan ‘barang bukti’ yang bisa ditukarkan dengan uang kontan nilai besar. Misal: untuk capres no urut 1, warga coblos di kemeja putih dan kena logo Garuda merah nya, atau untuk capres no urut 2, warga coblos di kemeja kotak-kotak. Jadi bukti kertas kecil hasil coblosan bisa jelas pemilih coblos yang mana, dengan itu bisa dikumpulkan dan ditukar dengan uang. Nah, kalo teman-teman ada liat sendiri ada modus-modus seperti ini, seorang pemilih keluar dari TPS dan tangannya terlihat menggenggam / memegang sebuah kertas kecil, harap dilaporkan ke petugas setempat segera!
Trik terbaru yang ada saat ini adalah warga harus mengambil sedikit bagian kecil dari hasil lubang yang dicoblos untuk nantinya ditukarkan dengan uang. Dan kali ini, uangnya bukan jumlah yang kecil, jadi insentif untuk melakukan kecurangan ini lebih besar. Caranya? Coba simak contoh kertas suara PEMILU 2014 kali ini. Kedua calon memakai pakaian yang sudah menjadi ciri khas dari masing-masing calon. Calon presiden no urut 1, dengan kemeja putih berlambang Garuda merah. Dan Calon presiden no urut 2, dengan kemeja khas kotak-kotak nya.
Pemilih di instruksikan (jika ingin dapat uang) untuk mencoblos di area kertas yang ada ciri khas masing-masing calon. Supaya bagian kertas yang bolong tersebut, bisa diambil bagian kecil dari kertas untuk dijadikan ‘barang bukti’ yang bisa ditukarkan dengan uang kontan nilai besar. Misal: untuk capres no urut 1, warga coblos di kemeja putih dan kena logo Garuda merah nya, atau untuk capres no urut 2, warga coblos di kemeja kotak-kotak. Jadi bukti kertas kecil hasil coblosan bisa jelas pemilih coblos yang mana, dengan itu bisa dikumpulkan dan ditukar dengan uang. Nah, kalo teman-teman ada liat sendiri ada modus-modus seperti ini, seorang pemilih keluar dari TPS dan tangannya terlihat menggenggam / memegang sebuah kertas kecil, harap dilaporkan ke petugas setempat segera!
2. Merekayasa DPT (Daftar Pemilih Tetap)
Soal rekayasa ini ada sejumlah cara:
* Pertama adalah mengacak dan memecah pemilih sehingga orang bisa terdaftar di TPS yang jauh dari lokasi tempat tinggalnya. Tujuannya adalah agar banyak orang yang malas mencoblos. Malas mencoblos berarti banyak sisa surat suara yang tak terpakai di TPS dan bisa dicoblos sendiri oleh panitia sesuai dengan keinginan sang ‘penitip’ atau ‘pemesan.’
* Modus pemilih siluman. Caranya adalah membiarkan orang yang sudah meninggal, pindah rumah tetap ada di dalam daftar pemilih. Selain itu bisa juga dengan penambahan nama-nama fiktif.
* Menghapus nama dari DPT dengan memanfaatkan 'lubang' pada sistem administrasi kependudukan. Penghapusan nama ini bertujuan menggembosi basis suara lawan.
3. Permainan Oknum di TPS
Oknum tertentu pun bisa saja terlibat sebagai makelar”. Umumnya pada modus ini, oknum atau makelar tersebut: (a) membeli surat undangan pemilih yang datang ke TPS; (b) menggiring pemilih ke TPS tertentu yang telah dikondisikan untuk memenangkan caleg atau partai tertentu; (c) kerjasama antara makelar atau caleg dengan petugas PPS, KPPS, atau PPK.
Selain hal-hal diatas, masih banyak ragam cara kecurangan yang dapat dilakukan oleh-oleh pihak-pihak ‘pemesan’ dengan memanfaatkan celah dalam pengawasan KPU, penjagaan kotak suara sampai perihal logistik. Kemungkinan kecurangan rentan terjadi di daerah pelosok yang jauh dari pantauan. Jadi peran kita semua amatlah penting untuk menjaga suksesnya Pemilu.
Soal rekayasa ini ada sejumlah cara:
* Pertama adalah mengacak dan memecah pemilih sehingga orang bisa terdaftar di TPS yang jauh dari lokasi tempat tinggalnya. Tujuannya adalah agar banyak orang yang malas mencoblos. Malas mencoblos berarti banyak sisa surat suara yang tak terpakai di TPS dan bisa dicoblos sendiri oleh panitia sesuai dengan keinginan sang ‘penitip’ atau ‘pemesan.’
* Modus pemilih siluman. Caranya adalah membiarkan orang yang sudah meninggal, pindah rumah tetap ada di dalam daftar pemilih. Selain itu bisa juga dengan penambahan nama-nama fiktif.
* Menghapus nama dari DPT dengan memanfaatkan 'lubang' pada sistem administrasi kependudukan. Penghapusan nama ini bertujuan menggembosi basis suara lawan.
3. Permainan Oknum di TPS
Oknum tertentu pun bisa saja terlibat sebagai makelar”. Umumnya pada modus ini, oknum atau makelar tersebut: (a) membeli surat undangan pemilih yang datang ke TPS; (b) menggiring pemilih ke TPS tertentu yang telah dikondisikan untuk memenangkan caleg atau partai tertentu; (c) kerjasama antara makelar atau caleg dengan petugas PPS, KPPS, atau PPK.
Selain hal-hal diatas, masih banyak ragam cara kecurangan yang dapat dilakukan oleh-oleh pihak-pihak ‘pemesan’ dengan memanfaatkan celah dalam pengawasan KPU, penjagaan kotak suara sampai perihal logistik. Kemungkinan kecurangan rentan terjadi di daerah pelosok yang jauh dari pantauan. Jadi peran kita semua amatlah penting untuk menjaga suksesnya Pemilu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar